Tentang Komposisi
Oleh Supriyadi
Television takes the process much further by making people visually available, and not in the frozen modality of newspaper photographs, but in movement and action.(Fairclough 1995, 38-9).
Jelas di sini bahwa televisi memiliki kelebihan dibandingkan dengan media lainnya. Menurut pakar televisi, John Fiske, bahwa televisi dan film merupakan “teks” yang bisa dibaca. Tentu di sini teks dalam arti yang sangat luas. Setiap yang ditampilkan oleh televisi dan film akan selalu dimaknai oleh penontonnya. Film dan televisi memiliki tiga bentuk, yakni ikon yang terdiri dari suara dan gambar, simbol (dialog dan tulisan), serta indeks sebagai efek dari film itu sendiri.
Televisi merupakan jendela dunia, dan kita percaya bahwa “kamera tidak pernah bohong”. We know of course that ’the dog in the film can bark but it cannot bite’ (Hall 1980, 131). Dulu penonton bisa jadi ketika melihat tontonan baik televisi maupun film sebagai suatu realitas, namun kini penonton sudah sadar bahwa ada “sesuatu” di balik itu semua. Umberto Eco, salah seorang pakar semiotic bahkan mengkritik dengan menyebutkan medium is not “neutral”. Namun siapun tidak bisa dipungkiri, bahwa film dan terutama televisi memiki pengaruh yang kuat pada penontonnya. Dalam opera sabun atau sinetron misalnya, Ien Ang (1985) melihat bahwa karena begitu “dekatnya” cerita opera sabun dengan penontonnya, seolah penonton terwakili oleh actor serta cerita yang ada di tontonan tersebut.
Memahami acara apa yang ditampilkan dalam film maupun televisi memang sangat menarik, ukuran shot, angle, pergerakan subyek, pergerakan kamera, secara sadar atau tidak pasti memiliki arti. Hal ini berarti bukan masalah teknis mekanis saja. Frame, shot, scene, serta sekuens yang memiliki relasi di antaranya yang dikerjakan oleh seorang editor di paska produksi juga memiliki arti. Kalau dalam sebuah karangan, shot berarti kata, scene berarti kalimat, dan sekuens bearti paragraf.
Apakah yang dimaksud komposisi di sini ? sebagian orang mungkin berfikir bahwa komposisi merupakan suatu tindakan seni atau cara untuk merangkai, menata, dan membentuk berbagai unsur yang hendak ditampilkan dalam suatu shot menjadi tampilan yang baik, menarik, dan enak dilihat.
Komposisi yang baik harus terdiri dari unsur-unsur yang tampil menarik dan saling bersinergi. Kesemuanya berpadu menjadi kesatuan yang jelas, selaras dan harmonis. Menurut Gerald Millerson dalam Television Production, ada tiga hal yang bisa dilakukan dalam membuat komposisi gambar, yakni :
- Komposisi by Design
- Komposisi by Arrangement
- Komposisi by Selection
Prinsip Komposisi
Sebenarnya tidak ada aturan khusus tentang komposisi. Apapun yang anda letakan dalam sebuah scene tidaklah terlalu penting. Yang paling penting adalah bagaimana cara anda meletakan benda tersebut. Bagaimana anda mengorganisir gambar sehingga penonton bisa menikmati gambar tersebut. Komposisi shot tidak hanya masalah pengemasan gambar saja, tapi harus diingat bagaimana gambar-gambar tersebut bisa berkesinambungan.
Proporsi Gambar
Tidak ada formula atau rumusan khusus untuk menghasilakn proporsi gambar yang indah, namun beberapa abad silam seniman lukis menemukan formula yang bisa diterima sebagai prinsip dasar panduan membuat gambar yang harmonis. Prinsip dasar ini dinamakan Golden Section atau biasa juga disebut Golden Mean. Pelukis, pemahat serta arsitek telah menggunakan metode ini dalam mengekspresikan gagasannya untuk menghasilkan karya yang indah.
Rule of Third
Frame dibagi menjadi tiga bagian baik horizontal maupun vertikal. Menurut teori ini, gambar yang baik adalah ketika salah satu subyek yang kita inginkan berada pada titik pertemuan garis vertikal dan horizontal tersebut.
Kedalaman (Depth) Komposisi
Sering kali kita bosan dengan komposisi gambar terutama ketika melihat subyek statis dalam frame atau tidak ada pergerakan kamera sama sekali. Ada beberapa cara untuk membuat kedalaman dalam gambar, pertama dengan membuat shot dengan menggunakan foreground, yakni subyek lain di depan subyek pertama. Pada Gambar 1, tidak ada unsur subyek sebagai foreground, maka gambar ini kelihatan flat atau datar. Sedangkan pada Gambar 2, ada foreground yakni pohon. Maka pada Gambar 2 lebih kelihatan ada depth atau kedalaman.
Gambar 1
Gambar 2
Gambar Ilustrasi : Rety Palupi
0 Response to "Sinematografi Part3"
Posting Komentar