Latest Updates

Simpang Siur Pemahaman Televisi Berjaringan

Kesimpangsiuran pemahaman tentang Sistem Stasiun Berjaringan (SSB) ternyata menjangkiti banyak pihak, baik yang berkepentingan terhadap pelaksanaannya, maupun yang berkepentingan untuk menundanya. Simpang siur pemahaman, opini dan gagasan terjadi di kalangan Pemerintah, industri TV "nasional", Komisi Penyiaran, industri TV lokal, asosiasi, pengamat, akademisi, dsb. Seolah-olah, melaksanakan SSB sesulit meningkatkan 200% pendapatan per kapita rakyat Indonesia!!!Kondisi ini tentu menguntungkan bagi "pihak tertentu". Dalam diskusi-diskusi terbatas yang dilakukan Televisiana di Jogja, bahkan terindikasi bahwa kesimpangsiuran, isu kesiapan sumber daya lokal, regulasi, biaya investasi, diversity of ownership, dll. sengaja diciptakan untuk menyediakan alasan yang cukup bagi penundaan SSB. Dalam situasi seperti ini, "goodwill" menuju SSB kemudian bisa terabaikan. Bahkan, kita tidak bisa mendapat kepastian, apakah pada tanggal 28 Desember 2009 nanti, SBB sudah harus terlaksana, atau baru akan mulai dilaksanakan.Tuntutan dan seruan KPID di beberapa wilayah kepada TV "nasional" untuk membentuk perwakilan, stasiun lokal atau content lokal, bahkan menuntut mereka untuk menghentikan siaran di wilayahnya, adalah sebuah contoh kesalahpahaman soal SSB. Televisi Berjaringan semestinya TIDAK diciptakan dengan model "TOP-DOWN" seperti itu. Jika TV "nasional" menciptakan sendiri jaringannya seperti itu, esensi SSB yang terkait dengan upaya desentralisasi dan demokratisasi industri penyiaran tidak akan tercapai. Setali tiga uang. Industri penyiaran tetap saja dimiliki oleh segelintir orang. Mereka tetap saja menjadi TUAN RUMAH di semua wilayah penyiaran di negeri ini. Publik lokal hanya menjadi penonton saja. Potensi industri penyiaran lokalpun tidak terberdayakan.Televisi Berjaringan semestinya diciptakan dengan model "BOTTOM-UP". Semisal, KPID bersama unsur-unsur lokal (Pemda, DPRD, Kadin, pengusaha, TV lokal, dll.) berupaya menciptakan pra kondisi yang memadai, sedemikian rupa hingga SSB kehilangan alasan untuk tidak dilaksanakan di wilayahnya. KPID bersama mitra lokalnya harus memacu kesiapan industri penyiaran lokal. Bisa dengan cara semakin memberdayakan TV lokal yang telah berdiri dan / atau menciptakan berdirinya TV lokal baru. Jika potensi industri penyiaran lokal di suatu wilayah telah mencapai kondisi yang memadai, maka pelaksanaan SSB menjadi MUTLAK untuk dilaksanakan. TV Lokal itulah, baik yang sudah mengudara maupun yang siap mengudara, yang akan menjadi TUAN RUMAH di wilayahnya sendiri, yang telah siap dipinang oleh TV "nasional", untuk bermitra jaringan.Begini pemahaman praktisnya. Bisakah KPID bersama mitra lokalnya memacu berdirinya 10 TV lokal di wilayahnya ? Atau, jika sudah ada TV Lokal yang berdiri, bisakah melengkapinya menjadi 10 TV lokal ? Bahwa tidak ada kanal yang tersedia untuk itu, tidak menjadi masalah. Ada saatnya dimana 10 kanal di setiap wilayah yang dipakai oleh 10 TV "nasional" itu akan diambil lagi oleh mereka yang berhak untuk itu. Siapa ? Tentu saja industri penyiaran lokal. Ke-10 TV lokal itu. Agar tetap bisa mengudara disana, 10 TV "nasional" mau tidak mau harus bermitra dengan 10 TV lokal itu. Bukankah seperti itulah semestinya mekanisme ideal Televisi Berjaringan ?Bahwa TV "nasional" kemudian terlibat membidani lahirnya TV Lokal, janganlah menjadi permasalahan, karena regulasi memungkinkan untuk itu. Atau, jika dipandang TV Lokal itu tidak memiliki kualifikasi profesional standar sebagaimana yang dibutuhkan TV "nasional", toh mekanisme kemitraan bisa diatur sedemikian rupa untuk menyelesaikannya. Dengan asistensi, konsultasi, supervisi, dan semacamnyalah. Intinya, dalam skenario seperti ini, secara situasional SSB menjadi layak untuk disegerakan. TV "nasional" relatif kehilangan kesulitan untuk mengadaptasinya.Seperti yang pernah saya tulis sebelumnya, situasi KETERLANJURAN dalam SSB sebetulnya bisa dimanfaatkan. Idealnya, kanal-kanal ( berikut fasilitas transmisinya) sudah dimiliki oleh industri penyiaran lokal. Lalu, stasiun TV yang ingin mengudara secara nasional menciptakan jejaring di setiap wilayah, bekerjasama dengan industri penyiaran setempat. Sayangnya, di Indonesia sebagian stasiun TV TERLANJUR mengudara secara nasional, berikut kanal serta fasilitas transmisi yang dimilikinya di berbagai wilayah. Regulasi pun baru muncul belakangan.Tapi toh semua ada hikmahnya. Dengan situasi KETERLANJURAN seperti ini, mendirikan TV lokal akan begitu mudahnya. Tanpa perlu membuang sebagian besar investasi untuk fasilitas transmisi. Programming- nya pun tak perlu terlalu berat. Tapi, ini hanya akan menjadi cerdik jika ada kata sepakat untuk sebuah siasat.
Salam,

0 Response to "Simpang Siur Pemahaman Televisi Berjaringan"