Teknologi broadcasting televisi nampaknya akan terus berkembang
hingga barangkali akan berhenti pada titik di mana gambar dan suara sudah
benar-benar sempurna. Atau inovasi akan terus berlanjut dan kita tidak bisa
benar-benar menebaknya. Yang dianggap canggih setahun lalu akan dirasa kuno
saat ini, dan terus akan begitu.
Kecepatan
inovasi teknologi seringkali melampaui kebutuhan dari konsumen, termasuk
teknologi audio visual. Produsen melalui para insinyurnya terus mengembangkan
teknologi audio visual sehingga kadangkala konsumen sebetulnya belum perlu
benar dengan apa yang dilahirkan oleh produsen tersebut. Jadi saat ini, bukan
sekadar gambar dan suara bening saja sebab lebih dari itu konsumen telah
benar-benar dimanja sehingga apa yang dilihat dan didengar akan lebih terasa
seperti benar adanya.
Teknologi
yang audio visual yang dimaksud saat ini adalah 4K Ultra HD TV atau biasa
disebut UHD TV. Produsen yang mengembangkan teknologi ini dimulai dengan
Samsung, LG, dan Sony. Dan tentu saja menyusul dengan produsen lainnya. Secara
teknis Ultra High Definition merupakan derivasi dari kamera 4K yang hasilnya
digadang-gadang lebih memiliki nuansa dan detail yang lebih sempurna ketimbang
generasi sebelumnya.
Teknologi
4K memiliki piksel horizontal sebanyak 4.000, semula teknologi ini diterapkan
pada proyektor Digital Cinema Initiatives atau DCI yang diperuntukan bagi
bioskop, namun kini teknologi ini telah diterapkan pada pesawat televisi. Dan
persisnya 4K memiliki dimensi 4096 X 2160 piksel. Namun UHDTV atau Ultra High
Definition Television ini sebenarnya memiliki resolusi 3840 X 2160 piksel (16 :
9) merupakan perkembangan terbaru setelah high definition television 720p atau
1080p.
Broadcasting
Televisi
Teknologi
brodcasting atau penyiaran televisi mau tak mau akan mengakomodir dari televisi
sebagai produk home use yang dipasarkan, dan teknologi ini kerapkali saling
susul menyusul. Ada kalanya teknologi penyiaran televisi lebih dulu
mengeluarkan high teknologi, di lain kesempatan televisi bahkan bisa melampaui
teknologi penyiaran televisi.
Salah
satu yang berkaitan langsung dengan teknologi 4K ini adalah kamera. Maka
produsen kamera berlomba-lomba untuk mengeluarkan pelbagai jenis kamera 4K. Tak
hanya produsen pemain lama seperti Sony, Panasonic, dan JVC saja sebab pemain
baru seperti Black Magic dan Red tak ketinggalan pula untuk bersaing dalam
menghadirkan kamera yang support 4K.
Memilih Kamera 4 K
Selalu
ada dua hal yang ketika teknologi audio visual dikeluarkan termasuk kamera
video, yakni kebutuhan home use dan peruntukan profesional. Ada kalanya output
yang dihasilkan sebetulnya menyerupai hanya saja atau memang benar-benar sama,
yang secara kasat mata membedakan lebih pada ukuran atau kontruksi kameranya.
Jadi secara sekilas bisa dilihat, mana untuk peruntukan profesional dan mana
untuk kebutuhan amatir.
Memilih
kamera 4K secara umum sebetulnya sama dengan memilih kamera generasi
sebelumnya. Hal yang mesti diperhatikan sedari awal yakni: Kemampuan pengguna,
ease of use atau mudah digunakan, kualitas, kompabilitas, dan terkhir yakni
budget.
Kemampuan pengguna alias a man behind the gun merupakan
faktor utama ketika kita hendak memutuskan membeli kamera. Secanggih apapun
kameranya tentu akan percuma ketika kemampuan penggunanya tidak mumpuni. Kamera
canggih hanya akan jadi onggokan mahal yang tak digunakan maksimal.
Ease
of use, ada kalanya produsen menciptakan pelbagai fitur baik berupa menu yang
tersedia dalam kamera tersebut atau fitur berupa hardware dengan sitim tombol,
sentuh, atau putar. Namun ketersediaan fitur tersebut ada kalanya tidak easy to
use. Alih-alih bisa memudahkan, ada kalanya itu justru membingungkan si
pengguna. Karenanya kamera ease of use harus menjadi pertimbangan utama juga.
Kualitas kamera 4K menjadi pertimbangan berikutnya. Ya
tentu saja kamera 4K untuk keperluan pro-sumer akan berbeda dengan kamera 4K
untuk kebutuhan profesional. Salah satu kelebihan pada profesional misalnya ada
teknologi untuk low light yang
dibutuhkan untuk keperluan profesional.
Kompabilitas
merupakan hal yang juga perlu diperhatikan. Untuk kebutuhan audio misalnya,
kamera profesional 4K akan mengakomodir kebutuhan audio external yang harus
menggunakan kabel XLR untuk keperluan mikropon. Ini biasanya tidak diakomodir
oleh kamera walapun resolusi 4K namun ia untuk kebutuhan prosumer. Jadi ketika
kebutuhan audio saat perekaman dirasa penting, maka kompabilitas kamera teradap
kebutuhan mikropon eksternal ini juga harus diperhatikan. Kompabilitas lainnya
yang mesti diperhatikan adalah file yang dihasilkan oleh kamera 4K yang pastinya
berukuran lebih besar. Ini akan berkaitan dengan editing pada nantinya. Secara
teknis, file hasil shooting dari kamera 4K harus bisa diimpor dengan AVCHD
secara mudah.
Budget
atau anggaran, ada kalanya justru ini diperhatikan sedari awal. Kenapa disusun
seperti kebutuhan akhir, karena asumsinya pembaca akan membeli kamera
profesional 4K di mana budget memang sudah dipersiapkan sedari awal. Semakin
banyak fitur dan kompabilitas kamera lebih bagus, maka sudah tentu harganya
akan jauh lebih mahal apalagi jika dibandingkan dengan kamera 4K pro-sumer.
Beberapa Kamera 4K
Kamera
prosumer perdana dengan resolusi 4K dikeluarkan oleh Sony dengan type AX100.
Dengan berat hampi 1 kg kamera ini dibandrol dengan harga di bawah 30 juta
rupiah. Masih dari Sony, ada tipe lain yakni XA1000 yang merupakan pilihan
beberapa videografer. Untuk kelas profesional, Sony meluncurkan PXW-Z100.
Inilah kamera yang digadang-gadang sebagai kamera yang bisa merekam benar-benar
4K yakni 4096×2160 piksel dan UltraHD 3840×2160. Kamera ini memiliki output
untuk codec MXF, salah satu codec standar yang telah diakomodir oleh software
editing. Tentu saja hal ini perlu sebab ini berkaitan dengan kompabilitas
seperti pada penjelasan di atas tadi. Untuk fitur yang lebih lengkap dengan
lensa jenis G, Sony merilis kamera PXW-Z100, kamera yang dilengkapi dengan
sensor CMOS Exmor R.
Tak
mau ketinggalan, produsen kamera JVC, belum lama merilis kamera 4K dengan tipe
HM-200 yang sebelumnya mengeluarkan tipe HM-170. Salah satu kelebihan GY HM-200
dibanding HM-170 yakni output XLR. Tentu saja ini perlu untuk kepentingan
perekaman audio secara profesional. Kabar baiknya, jenis kamera yang
dikeluarkan JVC ini jauh lebih murah daripada kamera dengan spesifikasi sejenis
yang dikeluarkan Sony.
Dari
produsen Panasonic mengeluarkan HC-X1000 sebagai kamera dengan teknologi 4K
perdana. Ini merupakan kamera yang banyak direkomendasikan oleh beberapa
pengguna. Kamera tipe HC ini mampu melakukan perekaman 4K Ultra HD pada 60p
dalam SD Card. Terobosan dari Panasonic lainnya justru pada DSLR, Lumix DMC-GH4
4K Mirrorless merupakan kamera foto dan video yang digunakan para profesional.
Kamera tipe ini memiliki output 16.05-megapixel dengan digital live MOS sensor.
Walapun
dianggap pendatang baru, Black Magic selalu mendapat perhatian ketika ia
merilis produk terbarunya. Nama tipe kameranya cukup unik, The Ursa, namun
menjadi jaminan kalau kamera keluaran Black Magic ini benar-benar 4K. Bentuk
kamera yang simpel dari setiap kamera keluaran Black Magic rupanya menjadikan
kamera ini inceran di kalangan pro-sumer.
Barangkali
ini menjadi jagoan di atas jagoan, Red One. Tak hanya di kalangan videografer,
kamera besutan Red selalu mendapat perhatian para sinematografer. Tidak sedikit
film layar lebar yang produksinya dibuat dengan kamera ini. Kamera 4K buatan
Red ini bentuknya memang kaku tapi tampak sangat kokoh justru disukai oleh para
profesional. Jauh sebelum teknologi 4K dihadirkan di rumah, Red telah lebih
dulu merilis kamera ini.
Kanal Televisi Dengan Teknologi 4K
Walapun teknologi sudah mengakomodir beragam kebutuhan
4K, nyatanya baru sedikit saja televisi yang telah menggunakan teknologi ini.
Dan tepatnya bukan 4K murni, namun seperti penjelasan di atas yakni Ultra HD 1.
Stasiun televisi tersebut di anataranya NHK Jepang serta BBC Inggris. High
Television atau seringkali disebut High 4K sudah dimulai untuk kanal entertainment, lifestyle,
extreme sport, dan
film. Kanal-kanal ini nampaknya memang “paling urgent” diutamakan ketika
teknologi Ultra HD 1 diperkenalkan. Tak sekadar jernih dan bening, acara-acara
pada kanal-kanal ini membutuhkan detail yang baik dan teknologi high 4K
memungkinkan dalam mengakomodir kebutuhan ini.
Masa
Mendatang
Seperti di awal tulisan ini, bahwa
teknologi akan terus berkembang dan karenanya inovasi tak henti-hentinya
dihadirkan. Secanggih apapun ruapanya teknologi bukan tanpa “cacat”. Alih-alih
pure 4K yang beresolusi 4096×2160, bahkan televisi Ultra HD 3840×2160 atau UHD
Television sudah dikeluhkan oleh konsumen. Gambar yang terlalu jernih dan
bening dianggap terlalu kontras untuk mata. Maka jarak pandang layar televisi
dengan matapun tidak bisa dekat. Yang berarti perlu space yang ekstra untuk
menata penempatan pesawat televisi. Ini berarti sedang atau akan dirancang
sebuah inovasi di mana bukan sekadar gambar dan suara yang jernih dan bening,
lebih dari itu bangaimana agar mata dan telinga tetap nyaman.
0 Response to "Perkembangan Teknologi Broadcasting Televisi 4K, Bukan Hanya Bening"
Posting Komentar