Melalui unsur verbal dan visual (nonverbal), diperoleh dua tingkatan makna, yakni makna denotatif yang didapat pada semiosis tingkat pertama dan makna konotatif yang didapat dari semiosis tingkat berikutnya. Pendekatan semiotik terletak pada tingkat kedua atau pada tingkat signified, makna pesan dapat dipahami secara utuh (Barthes, 1998:172-173).
Menurut tesis yang dikemukanan ahli semiotika dunia Roland Barthes di atas, namun pada tulisan saya kali ini justru akan lebih banyak melihat dari makna pertama utamanya unsur visual (gambar) yakni makna denotatif. Penulis akan mencoba bagaimana makna-makna verbal itu dihasilkan dari sisi praktisi, si pembuat pesan ( sinematografer, videografer, filmmaker, videomaker, broadcaster).
Secara spesifik penulis akan mengurai ada filosofi gambar di balik sebuah shot. Ketika kita menonton sebuah film atau tayangan televisi, sebenarnya kita sedang menyaksikan rangkaian shot dalam sebuah scene, dan rangkaian scene dalam sebuah sequence, dan seterusnya hingga kita melihat tayangan atau film secara utuh. Disadari atau tidak disadari sebenarnya penonton telah disuguhi ratusan bahkan ribuan shot yang muncul silih berganti di layar televisi setiap harinya.
Pasti ada pesan yang ingin disampaikan oleh si pembuat dalam menciptakan rangkaian shot-shot tadi, sayangnya tidak semua pesan bisa disampaikan dengan baik dan celakanya hal ini karena ”kesalahan” dari si pembuat pesan. Shot semestinya tidak semata urusan teknis mekanis dan estetis,menyampaikan pesan akan ”berurusan” dengan falsafah, the philosophy of the shot. Wah serumit itukah? mari kita pahami sampai tuntas.
Belum ada kesepakatan tentang definisi yang benar-benar pas tentang apa itu sebenarnya shot. Ketika kita menekan tombol rec atau start sampai kita tekan sekali lagi tombol yang sama, maka itu adalah satu shot. Walaupun hanya satu detik atau bahkan sampai satu jam dari awal sampai akhir, baik bergerak maupun diam.
Pasti ada pesan yang ingin disampaikan oleh si pembuat dalam menciptakan rangkaian shot-shot tadi, sayangnya tidak semua pesan bisa disampaikan dengan baik dan celakanya hal ini karena ”kesalahan” dari si pembuat pesan. Shot semestinya tidak semata urusan teknis mekanis dan estetis,menyampaikan pesan akan ”berurusan” dengan falsafah, the philosophy of the shot. Wah serumit itukah? mari kita pahami sampai tuntas.
Belum ada kesepakatan tentang definisi yang benar-benar pas tentang apa itu sebenarnya shot. Ketika kita menekan tombol rec atau start sampai kita tekan sekali lagi tombol yang sama, maka itu adalah satu shot. Walaupun hanya satu detik atau bahkan sampai satu jam dari awal sampai akhir, baik bergerak maupun diam.
SHOT SIZE/Type of Shot
Shot size/type of shot atau ukuran shot adalah besar kecilnya subjek dalam sebuah frame.Type of shot itu terdiri atas :
ECU : Extreme Close Up (detail shot)
VCU : Very Close Up (shot wajah) dari atas kepala sampai dagu
BCU : Big Close Up (tight CU, full kepala), wajah memenuhi layar
CU : Close Up, dari keapala sampai pundak
MCU : Medium Close Up,
Knee, 3/4Shot :
MLS : Medium Long Shot
LS : Long Shot
ELS : Extra Long Shot (extereme LS, XLS)
Masing-masing ukuran shot di atas akan memiliki makna yang berbeda-beda ketika diimplementasikan pada pengambilan sebuah gambar/shooting.
Long Shots,
Secara umum penggunaan shot jauh ini akan dilakukan jika :
1. Untuk mengikuti area yang lebar atau ketika adegan berjalan cepat
2. Untuk menunjukkan dimana adegan berada/menujukkan tempat
3. Untuk menujukkan progres
4. Untuk menjukkan bagaimana posisi subjek memiliki hubungan dengan yang lain
1. Untuk mengikuti area yang lebar atau ketika adegan berjalan cepat
2. Untuk menunjukkan dimana adegan berada/menujukkan tempat
3. Untuk menujukkan progres
4. Untuk menjukkan bagaimana posisi subjek memiliki hubungan dengan yang lain
Medium Shots,
Type shot seperti ini yang paling umum kita jumpai dalam film maupun televisi. Jenis shot ini adalah paling aman, karena tidak ada penekanan khusus seperti halnya pada Long Shots dan Close Shots. Semua adegan bisa ditampilkan dengan netral di sini.
Close Shots,
televisi adalah media close up. Awalnya premis ini karena berkaitan dengan hal teknis. Pertama, acara dengan media televisi harus ditampilkan secara close up karena ukuran televisi yang kecil jika dibandingkan dengan layar di bioskop. Ke dua, berbeda juga dengan bisokop, acara televisi ditonton sambil lalu, akan lebih cocok menampilkan gambar-gambar dengan close shot/padat.
Tapi,yang perlu dipahami juga justru makna-makna yang ditampilkan ketika shot-shot itu dibuat secara close up. Efek close up biasanya, akan terkesan gambar lebih cepat, mendominasi, menekan. Ada makna estestis, ada juga makna psikologis.
Tapi,yang perlu dipahami juga justru makna-makna yang ditampilkan ketika shot-shot itu dibuat secara close up. Efek close up biasanya, akan terkesan gambar lebih cepat, mendominasi, menekan. Ada makna estestis, ada juga makna psikologis.
MOVEMENT
Terdapat paradoks dalam menciptakan camera movement untuk menghasilkan perubahan visual ketika mencoba membuat invisible movement. Secara teknis hal ini dimaksudkan untuk menghindari bergesernya perhatian penonton. Caranya adalah dengan melakukan pergerakkan kamera yang mengikuti pergerakkan subjek. Tapi yang harus diperhatikan tentu saja adalah tujuan atau motivasi dari pergerakkan kamera itu dibuat. Secara umum, menurut Peter Ward dalam Digital Video Camerawork, motivasi itu antara lain :
1. Untuk menambah interest visual
2. Mengekresikan kegembiraan
3. Meningkatkan ketegangan
4. Memberikan interes pada subjek baru
5. Memberikan perubahan angle/sudut pandang.
Secara khusus, ada dua kaidah dalam mengontrol camera movement, yakni menyesuaikan gerakkan dengan aksi subjek sehingga gerakan kamera akan distimulasi oleh aksi dan yang kedua adanya kebutuhan untuk menjaga komposisi yang baik selama pergerakkan.
Hampir di keseluruhan shot yang ditampilkan dalam film Emergency Room atau E.R. menggunakan konsep ini, dengan demikian efek dramatis tercipta sehingga penonton akan merasakan bagaimana suasana yang sangat dinamis di setiap ruang rumah sakit. Demikian juga di beberapa filmnya Rudy Soedjarwo, walaupun menurut saya masih terasa nanggung. Jadi, apa sebenarnya motivasi Rudy membuat film dengan konsep handheld tersebut ?
Hampir di keseluruhan shot yang ditampilkan dalam film Emergency Room atau E.R. menggunakan konsep ini, dengan demikian efek dramatis tercipta sehingga penonton akan merasakan bagaimana suasana yang sangat dinamis di setiap ruang rumah sakit. Demikian juga di beberapa filmnya Rudy Soedjarwo, walaupun menurut saya masih terasa nanggung. Jadi, apa sebenarnya motivasi Rudy membuat film dengan konsep handheld tersebut ?
ANGLE
Secara mekanis, angle atau sudut pengambilan gambar itu berhubungan erat dengan lensa kamera, baik jenis lensa yang digunakan maupun penempatan kamera itu sendiri. Masih menurut Ward, ruang internal shot sering menonjolkan kualitas emosional dari adegan. Perspektif yang normal untuk membangun shot sering digunakan secara gamblang dan langsung. Tinggi lensa akan mengendalikan bagaimana penonton mengidentifikasi subyek. Lensa rendah akan mengurangi detail level latar belakang dan menghilangkan indikasi antara latar belakang dengan objek. Posisi lensa yang tinggi memiliki efek sebaliknya.
1. Low Angle
Pengambilan gambar dengan low angle, posisi kamera lebih rendah dari objek akan mengakibatkan objek lebih superior, dominan, menekan.
Pengambilan gambar dengan low angle, posisi kamera lebih rendah dari objek akan mengakibatkan objek lebih superior, dominan, menekan.
2. High Angle
Kebalikan dari low angle, akan mengakibatkan dampak sebaliknya, objek akan terlihat imperior, tertekan
Dengan mengetahui dampak pesan yang akan tersampaikan dari sudut pengambilan gambar ini, diharapan sinematografer atau videografer bisa mengkonstruksi shot-shot yang akan dibuat sesuai dengan pesan apa yang ingin kita sampaikan pada penonton.
Satu sekuens yang sama akan dimaknai berbeda ketika pemlihan angle shot yan berbeda pula. Misalnya adegan demontrasi mahasiswa, rangkaian petama : 1. long shot para demontrans, 2. high angle demonstran teriak-teriak, 3. low angle polisi sedang menggebuki demonstran. 4. high angle demontran kesakitan, sedangkan rangkain ke dua : 1. long shot para demontrans, 2. low angle demonstran teriak-teriak, 3. high angle polisi sedang menggebuki demonstran. 4. low angle demontran.Dalam sekuens pertama, penonton akan memaknai rangkaian shot tersebut bahwa ada demontrasi yang dilakukan mahasiswa, polisi dengan superioritasnya bisa menangani aksi demontrasi itu dengan sikap represif, mahasiswa teretekan. Sedangkan dalam rangkain shot pada sekuens ke dua, penonton akan melihat demontrasi yang dilakukan mahasiswa walapun dijaga oleh para polisi, mahasiswa terlihat superior dan mendominasi bahkan lebih gagah dari para polisi.
Ya, ini baru satu aspek saja yakni dari angle atau sudut pengambilan gambar bisa menghasilkan efek yang berbeda pada penonton. Jadi, angle menjadi elemen makna atau pesan. Pesan apa yang ingin disampaikan pemberi pesan ?
Kebalikan dari low angle, akan mengakibatkan dampak sebaliknya, objek akan terlihat imperior, tertekan
Dengan mengetahui dampak pesan yang akan tersampaikan dari sudut pengambilan gambar ini, diharapan sinematografer atau videografer bisa mengkonstruksi shot-shot yang akan dibuat sesuai dengan pesan apa yang ingin kita sampaikan pada penonton.
Satu sekuens yang sama akan dimaknai berbeda ketika pemlihan angle shot yan berbeda pula. Misalnya adegan demontrasi mahasiswa, rangkaian petama : 1. long shot para demontrans, 2. high angle demonstran teriak-teriak, 3. low angle polisi sedang menggebuki demonstran. 4. high angle demontran kesakitan, sedangkan rangkain ke dua : 1. long shot para demontrans, 2. low angle demonstran teriak-teriak, 3. high angle polisi sedang menggebuki demonstran. 4. low angle demontran.Dalam sekuens pertama, penonton akan memaknai rangkaian shot tersebut bahwa ada demontrasi yang dilakukan mahasiswa, polisi dengan superioritasnya bisa menangani aksi demontrasi itu dengan sikap represif, mahasiswa teretekan. Sedangkan dalam rangkain shot pada sekuens ke dua, penonton akan melihat demontrasi yang dilakukan mahasiswa walapun dijaga oleh para polisi, mahasiswa terlihat superior dan mendominasi bahkan lebih gagah dari para polisi.
Ya, ini baru satu aspek saja yakni dari angle atau sudut pengambilan gambar bisa menghasilkan efek yang berbeda pada penonton. Jadi, angle menjadi elemen makna atau pesan. Pesan apa yang ingin disampaikan pemberi pesan ?
Secara detail, Ward mengemukan bahwa sudut lensa mana yang dipilih tergantung dari tujuan shot, yang terdiri atas :
1. Menonjolkan subyek prinsip
1. Menonjolkan subyek prinsip
2. Menonjolkan subyek prinsip
3. Menyediakan variasi ukuran shot
4. Memberikan kelebihan tambahan terhadap subyek yang dipilih
5. Menyediakan perubahan sudut atau ukuran shot untuk memungkinkan terjadinya inter
3. Menyediakan variasi ukuran shot
4. Memberikan kelebihan tambahan terhadap subyek yang dipilih
5. Menyediakan perubahan sudut atau ukuran shot untuk memungkinkan terjadinya inter
cutting yang tidak menonjol
6. Menciptakan komposisi shot yang baik
7. Meningkatkan arah mata
6. Menciptakan komposisi shot yang baik
7. Meningkatkan arah mata
2 Responses to "Filosofi Gambar"
Bagus Banget Bro/ Thank`s 4 artikelnya jadi tau ne makna filosofi sebuah dari sebuah shot// So Ga Boleh asal-asalan lagi Klo Ambil Gambar.....!!!
klo sudah tau filosofinya, diharapkan banyak2 latihan dan terapkan dalam aspek pengambilan gambar kamu...teruslah berkarya dan truslah latihan, krn kamera merupakan alat yg bisa mengasah kita menjadi ahli dalam menggunakannya, tanpa dilatih secara konsisten dan waktu yg lama makan sia sia yg kamu baca...trims ya atas postnya
http://pojokspy.tk
Posting Komentar