Dunia penyiaran saat ini, baik radio maupun televisi berkembang sangat pesat, hampir di tiap kabupaten, bahkan sekarang ini di tiap kecamatan mempunyai stasiun radio. Sejak era repormasi, izin untuk mendirikan stasiun tv swasta nasional juga dibuka seluas-luasnya, sehingga muncullah beberapa stasiun televisi swasta baru berskala nasional, seperti Transtv, Trans7 (dulu TV7), TvOne (dulu Lativi), MetroTV, GlobalTV dan lain-lain. Bahkan walaupun saat ini izin untuk pendirian stasiun tv swasta nasional sudah tutup, ternyata para investor tidak kehilangan akal, sesuai dengan peraturan yang ada, maka sekarang ini tren berubah untuk mendirikan TV lokal network bahkan TV berlangganan (berbayar). Untuk TV lokal, pastinya kita mengenal Jaktv, O Channel, DAAI, Jtv dan lain sebagainya, ke depannya bukan suatu yang mustahil akan banyak didirikan lagi TV lokal network-TV lokal network lainnya seperti yang terjadi di perusahaan penyiaran radio, karena aturan yang tersedia mengarah ke sana. Untuk TV berlangganan, pastinya kita mengenal indovision sebagai yang pertama berdiri dan terbesar dari sisi jumlah pelanggan untuk saat ini, walaupun dahulu sempat hampir diimbangi oleh ASTRO, tapi sejak tumbangnya ASTRO, maka Telkomvision saat ini menduduki posisi ke dua dari segi jumlah pelanggan.
Berdasarkan informasi yang pernah penulis baca, Depkominfo telah memberikan izin untuk pendirian stasiun televisi berlangganan baru kepada beberapa perusahaan, hal ini tentu saja akan semakin menambah banyaknya pilihan kepada calon pelanggan dan semakin sengitnya persaingan antara stasiun televisi berlangganan tersebut. Nilai positifnya adalah, semakin sengitnya persaingan, maka diharapkan agar para pengelola stasiun televisi berlangganan tersebut juga akan memberi harga berlangganan yang lebih murah (karena perang tarif, seperti yang terjadi pada perusahaan telekomunikasi) juga memberikan alternatif tontonan yang lebih mendidik dan bermutu sesuai dengan cita rasa para pelanggannya agar tidak ditinggalkan oleh penggemarnya. Selain itu dengan didirikannya perusahaan televisi berlangganan yang baru, maka akan membuka lapangan kerja baru bagi orang-orang yang memiliki keahlian di bidang tersebut, baik yang bekerja di perusahaan penyiarannya, PH, Agency maupun Postpro.
Membuat sebuah perusahaan penyiaran, bukanlah sebuah pekerjaan yang gampang, perusahaan penyiaran dikenal sebagai perusahaan yang padat modal. Hal tersebut terjadi karena peralatan yang digunakan hampir semuanya produk buatan luar negeri dimana belinya harus pakai dollar atau Euro. Untuk tahun pertama, lebih dari 70% budget perusahaan dianggarkan untuk pembelian peralatan penyiaran, untuk tahun kedua dan seterusnya, budget tersebut akan turun drastis, karena hanya untuk operasional dan maintenance saja. Tapi, sesuai dengan umur alat yang sebagian besar hanya untuk 5 tahun, maka pada tahun ke 6, harus dianggarkan lagi untuk penggantian peralatan (hal itu dilakukan oleh perusahaan yang sangat memperhatikan umur operasional alat, tapi bagi yang hanya memperhatikan unsur ekonomis saja, yang dilakukan mungkin tambal-sulam atau kanibal saja, tapi kalau untuk system? Susah sekali untuk tambah sulam/kanibal, yang ada sistemnya sering hang atau bahkan tidak berfungsi sama sekali dan yang disalahin pasti engineernya) yang tentunya nilainya sangat besar. Kondisi tersebut merupakan suatu hal yang sangat ironis, di satu sisi, keberadaan perusahaan penyiaran tersebut sangat membantu keadaan negara ini yang sedang terpuruk dengan terbukanya lapangan pekerjaan yang sangat besar. Di sisi yang lain, hal ini menjadi ironi, karena di saat negara kita sedang terpuruk, tapi devisa kita mengalir dengan derasnya ke luar negeri untuk pembelian peralatan penyiaran tersebut. Memang hak tersebut memberikan keuntungan kepada vendor penyedia alat penyiaran tersebut, tapi tetap saja lebih besar keuntungan yang diterima oleh perusahaan pembuat alat penyiaran dan tentu saja negaranya. “Perusahaan mengeluarkan uang dalam bentuk dollar/euro untuk pembelian peralatan penyiaran dan menerima pemasukan dalam rupiah dari hasil pemasangan iklan”. Sampai kapankah hak tersebut akan terus terjadi?
Oleh karena itu, untuk ikut serta mengangkat perekonomian nasional yang sedang terpuruk dan membangkitkan rasa cinta dan bangga dengan produk dalam negeri (yang tentu saja kualitas dan harganya bersaing), maka saat ini saya sedang mencari produsen peralatan penyiaran lokal. Kalau saat ini, saya sangat tidak berharap ada produsen peralatan seperti kamera, VTR, switcher, mixer, news automation, on-air autimation, software editing dan lain sebagainya, mungkin cukuplah dulu dengan aksesorisnya seperti berbagai macam konektor (XLR, BNC. Phono, RCA), Patch Panel, RackMount, CG titling dan aksesoris lainnya, ke depannya barulah kita berharap ada produsen yang membuat peralatan yang lebih canggih lainnya. Tapi kalaupun memang ada produsen yang mempunyai peralatan penyiaran di luar hal tersebut, tentunya sangat berterimakasih. Jadikan produk buatan indonesia jadi tuan rumah di negerinya sendiri. Bagi rekan-rekan yang mempunyai peralatan tersebut ataupun juga mempunyai informasi tentang peralatan tersebut.
Tapi, saya juga punya pengalaman, ketika menanyakan harga pemancar kepada salah satu BUMN terkenal di negeri ini, untuk daya pancar yang sama. Tapi ternyata harganya lebih mahal dibanding produk buatan Italy, selain itu harga tersebut adalah harga gudang sedangkan produk italy harganya sudah on-location. Kalau begini terus, gimana mau maju bangsa ini? Orang pasti akan nyari produk luar negeri yang lebih bagus dan lebih murah
0 Response to "Produk Penyiaran Buatan Dalam Negeri"
Posting Komentar