Paska produksi sebagai salah satu bagian penting di
penyiaran televisi harus didukung oleh sumberdaya manusia serta
teknologi penunjang sehingga keberlangsungan siaran televisi akan
terjaga dengan baik. Industri yang mensupport baik hardware maupun
software terus membuat inovasi sehingga pengguna akan menjadi
dimudahkan.
Industri yang mensupport kebutuhan televisi itu misalnya Sony Electronics, Avid Technology Miranda, Adobe, dan Quantel. Karenanya
saat ini production house atau televisi tinggal memilih produk mana
yang paling cocok untuk menunjang kebutuhan di paska produksi tersebut.
Ada tiga elemen penting di paska produksi
atau post production televisi yakni sumberdaya manusia, hardware atau
piranti keras, serta software atau piranti lunak. Ketiga elemen ini tak
bisa dipisahkan. Secangih apapun hardware dan software yang digunakan
jika tidak ditunjang dengan sumberdaya manusia yang baik maka peralatan
serta software editing menjadi tidak akan berfungsi maksimal dari mulai
proses rekruitmen hingga pelatihan yang diberikan pada semua yang
terlibat di proses paska produksi sangatlah penting. Karena tak melulu
perihal manusia, departemen HRD juga tak boleh abai dengan departemen
lain misalnya Departemen Tehnik karena keterkaitan antara 3 hal tadi
yakni human resourse, hardware, serta software.
Semua Tentang Pilihan
Alih-alih menggali sendiri untuk
menyesuaikan dengan kebutuhan serta budget yang disediakan, seringkali
production house dan bahkan penyiaran televisi di Indonesia ikut-ikutan
ketika dia memilih produk untuk paska produski yang akan mereka gunakan.
Maka industri televisi dunia biasanya dijadikan kiblat tentang alat apa
saja yang mereka gunakan dan adakalanya itu belum tentu cocok atau
kompetibel dengan misalnya peralatan lainnya. Hal lain tentu saja
tentang budgeting yang bisa jadi akan membengkak karena perhitungan yang
keliru.
Hingga saat ini ada puluhan software
editing televisi. Ada kekurangan dan kelebihan dari masing-masing
software tersebut. Yang paling popular di antaranya Adobe Premiere CS, Final Cut Pro, Sony Vegas, dan Avid Composer.
Sampai sekarang software-sofware ini saling bersaing ketat. Dan
nampaknya Avid Composer dan Final Cut Pro menduduki peringkat paling
atas. Lalu apakah dengan demikian televise atau PH di Indonesia harus
menggunakan satu di antara kedua software paling popular tersebut?
Tentu saja tidak. Karena ada juga software yang jauh lebih murah akan
tetapi masih memiliki tools yang cukup mumpuni yang diperlukan oleh
editor.
Legalitas
Perihal legalitas software yang digunakan
ini memang masalah lain, tak hanya software editing saja bahkan
software untuk keperluan lainpun nampaknya masih banyak pengguna di
Indonesia yang memakan software illegal. Dengan demikian misalnya
berapapun harga software orisinal Adobe Premiere atau Avid Composer
menjadi tak masalah, harga menjadi sama dan murah tak masuk akal karena
bajakan atau illegal tadi. Ini penulis kira harus segera dihentikan
karena bukan tidak mungkin dengan maraknya penggunaan software illegal
ini para produsen bisa menuntut si pengguna. Bahkan mereka bisa
melakukan itu saat ini juga, jika mereka inginkan.
Supporting
Software editing tidak berdiri sendiri,
ia akan berkaitan dengan hardware serta software penunjang lainnya.
Karenanya tidak bisa begitu saja memilih software editing tanpa melihat
hal penting lainnya itu. Software yang canggih akan tak maksimal jika
tidak didukung oleh hardware yang bagus. Maka spesifikasi hardware yang
disyaratkan oleh software editing harus diperhatikan. Beberapa editor
selalu ingin menggunakan software editing versi terkini agar tak
terlihat ketinggalan, namu sayangnya kadang ini tidak dibarengi oleh
yang memiliki atau mengelola departemen paska produksi dimana editing
ada di dalmnya. Hal lain tentang Codec, Codec atau coder-decoder yang
mentransfer data satu menjadi data lainnya seringkali diabaikan editor.
Padahal di era digital saat ini tak boleh diabaikan. Resolusi gambar,
aspek rasio, serta sample rate audio semua ada di codec sebagai
supporting pada software penyuntingan gambar.
Era Digital
Memang era televisi digital di Indonesia
masih beberapa tahun lagi dan sudah ada beberapa televisi mencoba siaral
digital, namun kabar buruknya ialah hampir sebagian besar televisi kita
belum siap dengan era digital ini terutama televisi dengan siaran
teresterial. Jika adaptasi tidak segera dilakukan maka akan keteteran
nantinya. Dan kita tidak bisa bersaing dengan televisi asing. Era
digital bukan melulu tentang format digital, bukan tentang skala 4 : 3
berubah menjadi 16 : 9, lebih dari itu akan ada keterkaitan dengan
teknologi lainnya bahkan yang diluar teknologi, seperti aspek estetika
misalnya.
gambar: http://www.live-production.com
Editor, Sekadar Operator
Editor sebagai orang yang sangat penting
di departemen paska produksi seringkali dihadapkan dengan tenggat atau
deadline. Maka beberapa PH dan televisi membuat SOP atau standard
operation serta manajemen waktu. Dan seringkali aturan itu berbeda di
satu PH atau TV dengan PH atau TV lainnya. Bahkan di beberapa televisi
yang dimiliki oleh grup yang sama. Agak aneh memang, tapi kenyataanya
begitu. Editor itu penyunting gambar, ia yang akan menyusun serangkaian
hasil shooting menjadi satu kesatuan cerita. Tak sekadar potong sambung,
ia harus memiliki kemampuan serta sense sehingga hasilnya tidak
asal-asalan. Aspek peenyambungan gambar seperti spasial, ritmik, tempo,
dan ruang itu sebagai syarat utama yang mesti dikpahami dan dimiliki
oleh para editor. Sayangnya ini kerap tidak terjadi, sebagian yang juga
disebut editor nyatanya hanya sebagai operator. Hanya memotong dan
sambung tanpa memikirkan kaidah-kaidah editing yang baik.
Solusi
Penulis yakin selalin beberapa hal yang
dipaparkan di atas, masih ada problem lain di paska produksi televisi
ini. Sebagai pintu gerbang sebelum program ditayangkan, semestinya paska
produksi diberi perhatian yang baik. Kalau perlu top management
televise dan atau production house bisa melihat langsung di lapangan.
Karena untuk beberpa hal, para supervisor di paska produksi bahkan head
of post production memiliki kekurangan sehingga paska produksi di banyak
ph dan tv di Indonesia menghadapi problem yang beragam.
Saran penulis bagi para editor, belajar
bisa dimana saja termasuk dari internet tentu saja. Bisa juga dengan
menonton program luar dan tentu saja amati, banyak sekali acara berskala
internasional yang dari sisi penyuntingan gambanrya bagus sekali. Tak
mesti meniru, jadikan acara tersebut sebagai referensi. Dan referensi
tentu saja sebanyak mungkin. Deadline tidak bisa dihindari, tapi itu
semua tidak boleh menjadi penghalang untuk menjadi oarang-orang kreatif
di belakang layar.