Latest Updates

Tips Jurnalis Video: Tiga Teknik Wawancara

Tips Jurnalis Video: Tiga Teknik Wawancara
Tiga teknik saat anda melakukan interview atau wawancara untuk acara atau reportase televisi:

1. Always Listen
Selalu dengarkan dengan penuh perhatian pada jawaban dari nara-sumber. Konsentrasikan dan simpulkan topik-topik utama yang dapat menjadi bahan pembicaraan sambil mengkaji arah pertanyaan yang dapat mewakili suara penonton.

2. Eye Direction
Jangan pernah anda tinggalkan arah pandang mata anda dari narasumber, bila ada distraction atau gangguan dai belakang narasumber atau sisi lain, usahakan tetap berada dalam arah pandang yang sama, ini akan membantu perbincangan menjadi lebih interaktif dimana narasumber akan merasa dihargai pendapatnya. Boleh sesekali melirik ke cue card atau catatan tapi tidak boleh lebin dari 5 detik.

3. Avoid unnecessary reaction talk
Hindari reaksi percakapan yang mengungkapkan perasaan anda misalnya "yaya..." atau "benar sekali ya..." atau "Mmmmm..." dsb. Bila anda ingin merespon, sebaiknya hanya dengan manganggukkan kepala sudah cukup. Ini juga akan memudahkan anda pada saat post editing, sehingga anda tidak harus kesulitan melakukan editing suara.

Semoga bermanfaat.

Tips Menulis TV : Three Act Play

Tips Menulis TV : Three Act Play
Syuting sudah selesai. Wawancara nara-sumber sudah lengkap. Footages sudah sangat banyak. Nah, sekarang bagaimana kita memulai menulis script? Apakah teknik menulis script untuk feature atau dokumenter pendek sama dengan news atau reality tv? Jawabannya, tidak sama tetapi anda bisa menggunakan teknik penulisan yang sama, yaitu: The Three Act Play atau The Three Act Structure. Tiga struktur penulisan ini diambil dari teknik pembuatan Story Telling untuk drama, teater dan film.

Ketiga teknik ini sangat mudah untuk diingat, apalagi teknik ini sudah digunakan sejak ratusan tahun lalu, jaman kerajaan Romawi yang banyak menghasilkan karya-karya sastra monolog, yang masih abadi sepanjang masa. Three Act Play adalah:

1. Introduction
Seringjuga dikenal sebagai Set-Up. Ini adalah segment atau sesi pengantar dari sebuah cerita. Mulai dari pengenalan topik, nama-nama subjek, lokasi, korban, dan lain-lain. Penyajiannya bisa bermacam-macam. Seperti dengan gambar (Shot), bisa menggunakan beauty shot, detail shot, wide shots hingga bird eye view. Bisa juga dengan running text atau Vox-Pop dari berbagai sumber yang pro dan kontra. Atau bisa juga dengan teknik Cliff Hanger, anda menyimpan topik yang sebenarnya hingga di akhir cerita menjadi "surprise".

2. Explanation
Dalam website Wikipedia.org disebut sebagai Confrontation. Bagi saya, agak terlalu ekstrim kalau segment atau sesi ini disebut sebagai tempat untuk saling mendebat sesuai dengan misinya conforntation. Mungkin yang paling tepat adalah segment Explanation, yaitu tempat dimana anda akan menceritakan kejadian, keindahan, perdebatan, kajian, atau apa saja sesuai dengan introduksi sebelumnya. Penyajian, terserah dengan kreatifitas format anda. Anda bisa menyajikan dengan story telling yang konservatif, kaku dan membosankan. Atau anda bisa berkreatifitas menjelaskan isi cerita.

3. Solution or Summary (or not)
Sekali lagi, dalam website Wikipedia.org, segment ini disebut dengan the resolution. Sekali lagi bagi saya, ini agak sedikit ekstrim walaupun boleh-boleh saja, terutama bila ingin menyajikan cerita untuk Hard News, maka Resolution menjadi penting. Sementara, kalau anda ingin fokus kepada non-news, maka anda bisa menggunakan segment ini sebagai Solution. Atau Summary alias kesimpulan. Tapi istilah di segment ini tidak wajib dan baku. Sifatnya lentur saja, anda bisa hanya menyimpulkan cerita atau mencoba memberikan solusi bila ada. Kalau tidak ada solusi, itu juga ok. Buat saja menjadi Cliff Hanger, sehingga penonton semakin penasaran pada akhir cerita.

Ketiga "act" atau "structure" ini sudah menjadi tradisi dalam dunia penulisan naskah. Selebihnya, anda bebas berkreatifitas. Mulailah dengan kata-kata yang mencerminkan hati dan pikiran anda. 

Semoga bermanfaat.

Tips Video Jurnalis : Reaction Shot


Salah satu teknik pengambilan gambar bagi anda yang Video Journalist yang "solo work" atau "one man show" adalah Reaction Shot. 
Momen-momen gambar yang serba aktual dan "unpredictable" membuat anda harus selalu siap merekam berbagai situasi dan kondisi. Reaction Shot diambil pada adegan-adegan realitas yang terjadi pada objek maupun non-objek. Misalnya, anda berada ditengah-tengah banjir besar di jl Jendral Sudirman, Jakarta. 


Banyak mobil yang mogok, tergenang air. Motor didorong tanpa mesin. Bus berhenti diujung jalan. Sementara ojek gerobak anak-anak sibuk mencari uang mengantarkan para pekerja yang berusaha pergi kekantor. Tentunya anda akan mengambil semua gambar dengan berbagai "frame angle" , mulai dari Full Shot, Wide Shot, Detail Shot, Tracking shot hingga ke Long Shot. Tapi, semua gambar ini akan menjadi hambar dan monoton bila hanya menampilkan suasana banjir tanpa ada jiwa dan rasa pada kebanjiran itu. Padahal ekspresi dan reaksi orang-orang sangat beragam, ada yang gembira, ada yang sedih, ada yang murung, ada anak-anak bermain air, ada yang kesal baju dan celana basah bahkan ada pula yang sibuk membidik foto kesana-sini mumpung ada objek yang menarik. 

Nah, untuk itu, jangan lupa anda mengambil gambar reaksi dari sekitar anda. Dengan Wide Close Up sudah cukup, tapi bila anda mempunyai lensa yang bagus dan panjang, gambar Close Up sangat sempurna. Jangan lupa, sabar dan syuting minimal selama 30 detik, sambil menunggu reaksi mereka.
Reaction Shot akan sangat berguna pada saat anda melakukan post editing, anda akan memiliki gambar yang kaya akan warna dan rasa....

So don't forget.
Reaction Shot.